Seringkali dalam pergaulan, kita tidak sadar hanya sebagai penonton terhadap kehidupan orang lain. Kita lebih senang mengomentari apa yang orang lain lakukan dan hampir tidak pernah memikirkan diri kita sendiri. Persis perilaku orang-orang yang senang menonton sinetron dan acara gosip. Ini adalah awal yang akan menjadikan kita mengabaikan diri sendiri dan tidak sadar bahwa hanya sedikit waktu yang digunakan untuk perkembangan diri sendiri, sehingga seiring waktu orang lain menjadi lebih baik hidupnya dibandingkan apa yang kita jalani.
Hal ini lambat laun akan menggerus kepercayaan diri kita karena selalu memperhatikan dan membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain. Kita akan selalu beranggapan bahwa hidup orang lain jauh lebih berharga dibanding apa yang kita jalani, padahal tidak demikian adanya. Krisis kepercayaan menggerogoti dan akhirnya mempertanyakan apakah diri kita berharga?
Diri kita berharga atau tidak, kita sendirilah yang menentukannya. Kok bisa? Bukan bisa lagi, tapi memang begitulah adanya. Kitalah yang menjadikan semuanya berkembang. Kita terlalu asyik mengurusi orang lain dan mengabaikan perkembangan diri kita sendiri. Di saat orang lain sudah banyak mengalami perkembangan dalam hidupnya, kita ternyata jalan di tempat. Yang dulunya kita merasa kita lebih baik misal dalam hal ekonomi, ternyata orang yang dulunya kita ‘rendahkan’ sudah memiliki materi yang jauh melebihi kita. Akhirnya kita tertekan dengan kenyataan dan mulai menyalahkan semuanya.
Masih untung jika kita sadar bahwa yang menyebabkan semua itu adalah karena kita terlalu mengurusi orang lain dan mengabaikan urusan pribadi, sehingga bisa secepatnya memperbaiki diri. Jika tidak sadar dan masih menyalahkan orang lain, maka kita akan terus berkubang dalam lubang yang sama dan tidak pernah bisa bergerak ke mana-mana alias tidak bisa ‘move on’.
Mudah-mudahan kita tidak mengalaminya dan tidak pernah mau berpikiran seperti itu.
Jika kita beriman dan mengetahui hakikat kehidupan ini, dari mana dan mau ke mana hidup ini, pastilah kita akan mempunyai perisai emosi yang tahan terhadap keluhan, kecewa, dan ratapan nasib. Orang yang menyadari bahwa dirinya hanyalah makhluk yang diciptakan dan akan dimatikan suatu saat nanti akan menggunakan kehidupan dirinya dengan sebaik-baiknya. Terlebih lagi, hidup kita sudah ditentukan dan ditakdirkan sehingga hidupnya akan dijalani dengan lebih hati-hati.
Rumus untuk menjadikan diri kita berharga sangatlah sederhana, yakni mari kita memandang diri kita dan orang lain adalah hanya manusia biasa (karena tidak ada manusia super tentu saja, red.) yang sama-sama mesti berjuang dalam hidup, memanfaatkan peluang, mengatur kehidupan masing-masing, dan saling berinteraksi satu sama lain.
Intinya, anggaplah setiap manusia, baik itu kaya atau miskin, rupawan atau tidak, darah biru atau darah merah, dan lainnya, sama saja, karena semuanya hanyalah makhluk yang sederajat di hadapan Sang Pencipta. Kalau mereka bisa tentunya kita juga bisa. Kalau mereka kaya, kita juga punya modal yang menjadi kaya. Tentu semua bisa karena semua manusia diberi dengan akal dan fisik yang sama, tinggal bagaimana memanfaatkannya dengan baik.
Jangan lagi menganggap diri kita lebih baik dibanding orang lain. Kelebihan yang kita miliki hanyalah satu anugrah, sementara orang lain bisa jadi mendapatkan anugrah yang lain yang belum kita lihat. Selalu berpikir positif terhadap orang-orang yang kita lihat dan fokus terhadap diri sendiri. Yah, fokus terhadap apa yang bisa kita lakukan dan berikan untuk orang lain.
Hal ini lambat laun akan menggerus kepercayaan diri kita karena selalu memperhatikan dan membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain. Kita akan selalu beranggapan bahwa hidup orang lain jauh lebih berharga dibanding apa yang kita jalani, padahal tidak demikian adanya. Krisis kepercayaan menggerogoti dan akhirnya mempertanyakan apakah diri kita berharga?
Diri kita berharga atau tidak, kita sendirilah yang menentukannya. Kok bisa? Bukan bisa lagi, tapi memang begitulah adanya. Kitalah yang menjadikan semuanya berkembang. Kita terlalu asyik mengurusi orang lain dan mengabaikan perkembangan diri kita sendiri. Di saat orang lain sudah banyak mengalami perkembangan dalam hidupnya, kita ternyata jalan di tempat. Yang dulunya kita merasa kita lebih baik misal dalam hal ekonomi, ternyata orang yang dulunya kita ‘rendahkan’ sudah memiliki materi yang jauh melebihi kita. Akhirnya kita tertekan dengan kenyataan dan mulai menyalahkan semuanya.
Masih untung jika kita sadar bahwa yang menyebabkan semua itu adalah karena kita terlalu mengurusi orang lain dan mengabaikan urusan pribadi, sehingga bisa secepatnya memperbaiki diri. Jika tidak sadar dan masih menyalahkan orang lain, maka kita akan terus berkubang dalam lubang yang sama dan tidak pernah bisa bergerak ke mana-mana alias tidak bisa ‘move on’.
Mudah-mudahan kita tidak mengalaminya dan tidak pernah mau berpikiran seperti itu.
Jika kita beriman dan mengetahui hakikat kehidupan ini, dari mana dan mau ke mana hidup ini, pastilah kita akan mempunyai perisai emosi yang tahan terhadap keluhan, kecewa, dan ratapan nasib. Orang yang menyadari bahwa dirinya hanyalah makhluk yang diciptakan dan akan dimatikan suatu saat nanti akan menggunakan kehidupan dirinya dengan sebaik-baiknya. Terlebih lagi, hidup kita sudah ditentukan dan ditakdirkan sehingga hidupnya akan dijalani dengan lebih hati-hati.
Rumus untuk menjadikan diri kita berharga sangatlah sederhana, yakni mari kita memandang diri kita dan orang lain adalah hanya manusia biasa (karena tidak ada manusia super tentu saja, red.) yang sama-sama mesti berjuang dalam hidup, memanfaatkan peluang, mengatur kehidupan masing-masing, dan saling berinteraksi satu sama lain.
Intinya, anggaplah setiap manusia, baik itu kaya atau miskin, rupawan atau tidak, darah biru atau darah merah, dan lainnya, sama saja, karena semuanya hanyalah makhluk yang sederajat di hadapan Sang Pencipta. Kalau mereka bisa tentunya kita juga bisa. Kalau mereka kaya, kita juga punya modal yang menjadi kaya. Tentu semua bisa karena semua manusia diberi dengan akal dan fisik yang sama, tinggal bagaimana memanfaatkannya dengan baik.
Jangan lagi menganggap diri kita lebih baik dibanding orang lain. Kelebihan yang kita miliki hanyalah satu anugrah, sementara orang lain bisa jadi mendapatkan anugrah yang lain yang belum kita lihat. Selalu berpikir positif terhadap orang-orang yang kita lihat dan fokus terhadap diri sendiri. Yah, fokus terhadap apa yang bisa kita lakukan dan berikan untuk orang lain.