Kita semua sepakat bahwa jujur adalah sifat yang disukai oleh semua orang. Ini juga sekaligus bermakna bahwa semua orang tidak suka dibohongi. Membiasakan jujur adalah hal yang positif meskipun kadang ada saja hal yang membuat kita dilema untuk berkata jujur.
Perlukah untuk selalu jujur? Menurut saya perlu, dengan sedikit pengecualian. Mengapa? Karena ada hal-hal tertentu yang tidak bisa begitu saja kita beri tahu kepada orang lain. Ada hal yang sebaiknya disembunyikan dengan mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan singkat agar menimbulkan makna yang ganda dan orang lain tidak kepikiran untuk menanyakan lebih jauh. Jika tidak jujur bisa membuat kita lebih tenang dan terhindar dari urusan yang lebih rumit, tentunya tidak berkata jujur tidak apa-apa.
Mungkin saya terkesan menyarankan untuk tidak jujur, maka itu saya tambahkan bahwa tidak jujur yang saya maksud di sini tidak sama dengan berbohong. Kalau berbohong, berarti ada upaya kita untuk mengarang suatu cerita fiktif yang tidak benar dan mengarahkan orang lain untuk mempercayainya, sedangkan tidak jujur cukup dengan jawaban yang singkat yang mungkin hanya kita sendiri yang rugi karenanya.
Misalnya, kita sedang sakit namun kita berusaha menyembunyikannya. Di saat ada orang yang bertanya “kamu baik-baik saja?”, bila kita tidak ingin sakitnya kita jadi pembicaraan lebih lanjut atau membuat suasana heboh atau seakan-akan menjadi alasan agar kita diistimewakan, kita mungkin lebih memilih untuk menjawab “saya baik-baik saja”. Jawaban itu sudah termasuk kategori tidak jujur, tapi tidak masalah karena kita tidak berbicara lebih jauh lagi tentang itu dan tidak merugikan orang lain.
Penerimaan orang terhadap kita tidak selamanya harus dengan ditunjukkan kejujuran, bahkan dengan kita bercanda dan memuji orang saja sudah cukup untuk membuat kita dekat dengan seseorang yang kita inginkan. Tidak perlu semua hal meskipun itu jujur kita katakan ke orang, toh orang lain juga mungkin tidak terlalu tertarik untuk mengetahui kisah hidup kita yang datar, sedih, ataukah penuh warna.
Jadi, bagaimana dengan masalah saya? Apakah saya akan pendam terus? Tenang, sebenarnya filosofi dari curhat itu adalah yang penting kita ucapkan. Ingatlah kembali, saat kita menyampaikan sebuah pengakuan ke orang lain, kita memang lega bisa mengeluarkan apa yang menjadi beban pikiran kita, tapi kita tidak bisa memprediksi lawan bicara kita apakah antusias, merendahkan, menyalahkan kita, atau menganggap biasa saja. Malah jadi bumerang jika apa yang kita sampaikan tentang diri kita malah menjadikan hubungan kita dengan lawan bicara menjadi renggang. Kalau sudah begini, tentu lebih baik bila kita tidak mengatakan apa adanya kan?
Mungkin lebih baik kita diam saja dari pada banyak bicara. Diam menjauhkan kita dari menyampaikan hal-hal yang tidak perlu sebagai bentuk kejujuran. Diam malah bisa menjadi kita lebih disegani karena orang tidak bisa menebak isi pikiran kita sehingga tidak seenaknya saja memperlakukan kita.
Kalau mau jujur dan terbuka, lakukan itu hanya kepada Tuhan semata. Bila kita yakin akan adanya Tuhan yang mengetahui segala hal yang ada pada diri kita, maka sampaikanlah ke Tuhan. Sampaikanlah apa yang kita risaukan, menangislah bila memang perlu, buatlah pengakuan akan kesalahan dan kelemahan kita, sebutkan apa yang kita harapkan dari orang lain, dan apa yang kita inginkan di masa yang akan datang. Tentu berlaku jujur kepada Tuhan jauh lebih penting dan aman dibanding jujur apa adanya terhadap manusia.
Perlukah untuk selalu jujur? Menurut saya perlu, dengan sedikit pengecualian. Mengapa? Karena ada hal-hal tertentu yang tidak bisa begitu saja kita beri tahu kepada orang lain. Ada hal yang sebaiknya disembunyikan dengan mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan singkat agar menimbulkan makna yang ganda dan orang lain tidak kepikiran untuk menanyakan lebih jauh. Jika tidak jujur bisa membuat kita lebih tenang dan terhindar dari urusan yang lebih rumit, tentunya tidak berkata jujur tidak apa-apa.
Mungkin saya terkesan menyarankan untuk tidak jujur, maka itu saya tambahkan bahwa tidak jujur yang saya maksud di sini tidak sama dengan berbohong. Kalau berbohong, berarti ada upaya kita untuk mengarang suatu cerita fiktif yang tidak benar dan mengarahkan orang lain untuk mempercayainya, sedangkan tidak jujur cukup dengan jawaban yang singkat yang mungkin hanya kita sendiri yang rugi karenanya.
Misalnya, kita sedang sakit namun kita berusaha menyembunyikannya. Di saat ada orang yang bertanya “kamu baik-baik saja?”, bila kita tidak ingin sakitnya kita jadi pembicaraan lebih lanjut atau membuat suasana heboh atau seakan-akan menjadi alasan agar kita diistimewakan, kita mungkin lebih memilih untuk menjawab “saya baik-baik saja”. Jawaban itu sudah termasuk kategori tidak jujur, tapi tidak masalah karena kita tidak berbicara lebih jauh lagi tentang itu dan tidak merugikan orang lain.
Penerimaan orang terhadap kita tidak selamanya harus dengan ditunjukkan kejujuran, bahkan dengan kita bercanda dan memuji orang saja sudah cukup untuk membuat kita dekat dengan seseorang yang kita inginkan. Tidak perlu semua hal meskipun itu jujur kita katakan ke orang, toh orang lain juga mungkin tidak terlalu tertarik untuk mengetahui kisah hidup kita yang datar, sedih, ataukah penuh warna.
Jadi, bagaimana dengan masalah saya? Apakah saya akan pendam terus? Tenang, sebenarnya filosofi dari curhat itu adalah yang penting kita ucapkan. Ingatlah kembali, saat kita menyampaikan sebuah pengakuan ke orang lain, kita memang lega bisa mengeluarkan apa yang menjadi beban pikiran kita, tapi kita tidak bisa memprediksi lawan bicara kita apakah antusias, merendahkan, menyalahkan kita, atau menganggap biasa saja. Malah jadi bumerang jika apa yang kita sampaikan tentang diri kita malah menjadikan hubungan kita dengan lawan bicara menjadi renggang. Kalau sudah begini, tentu lebih baik bila kita tidak mengatakan apa adanya kan?
Mungkin lebih baik kita diam saja dari pada banyak bicara. Diam menjauhkan kita dari menyampaikan hal-hal yang tidak perlu sebagai bentuk kejujuran. Diam malah bisa menjadi kita lebih disegani karena orang tidak bisa menebak isi pikiran kita sehingga tidak seenaknya saja memperlakukan kita.
Kalau mau jujur dan terbuka, lakukan itu hanya kepada Tuhan semata. Bila kita yakin akan adanya Tuhan yang mengetahui segala hal yang ada pada diri kita, maka sampaikanlah ke Tuhan. Sampaikanlah apa yang kita risaukan, menangislah bila memang perlu, buatlah pengakuan akan kesalahan dan kelemahan kita, sebutkan apa yang kita harapkan dari orang lain, dan apa yang kita inginkan di masa yang akan datang. Tentu berlaku jujur kepada Tuhan jauh lebih penting dan aman dibanding jujur apa adanya terhadap manusia.