Beberapa orang mungkin menganggap mental adalah bawaan lahir. Pasalnya, kalau seseorang disebut melankolis maka orang lain akan ikut mencap demikian hingga akhirnya label melankolis melekat, dan terus seperti itu seolah tidak ada peluang untuk mengubah diri. Yah, kalaupun sudah berubah, orang bilangnya dulu dia itu melankolis.. Ya tetap saja. Seolah-olah bawaan lahir kan?

Itu sekedar intro saja. Tulisan kali ini saya sedikit mengupas tentang diri sendiri.. Tentu saja masih berkaitan dengan mental. Beralih dari karyawan ke wirausaha tidaklah semudah yang dibayangkan sebelumnya. Dari sekian banyak hal yang mesti diubah, ada satu hal yang begitu berat bagi saya, yakni mengubah mental. Mental menurut saya berproses sejak dari kecil seiring pengalaman-pengalaman hidup yang terlewati. Yang akhirnya menjadikan mental sebagai sikap dan pola pikir kita dalam menghadapi dan menjalani sesuatu.

Saat menjadi karyawan, mungkin saya selalu menganut prinsip ‘setidaknya’ karena beberapa alasan yang maaf tidak bisa saya sebutkan di sini. Misal, setidaknya saya masuk kerja, setidaknya ada yang saya kerjakan, setidaknya saya tidak malas, setidaknya saya kerjakan apa yang disuruhkan, dan setidaknya-setidaknya yang lain. Memang tidak selalu seperti itu, tergantung kondisi saja, namun saya saat itu tidak sadar bahwa mental seperti itu telah membuat saya turun ke tingkat proaktif level bawah.

Ini bukan mencari kambing hitam di antara kambing putih ya.. Ini salah satu contoh cara mengenali mental diri sendiri agar bisa mencari solusi dan melakukan perubahan secepatnya. Setelah tahu bahwa mental saya seperti itu, maka saya tersadar bahwa menggapai mimpi sebagai orang sukses dalam wirausaha bakal susah, karena itu jelas merupakan hambatan. Dengan kata lain, bila mental seperti itu bisa membuat orang sukses, tentu sudah banyak berkeliaran orang sukses di sekitar kita. Iya kan? Jadi, saya harus melakukan sesuatu.

Sejauh ini, langkah-langkah yang saya lakukan adalah menggali sebanyak mungkin informasi kehidupan pengusaha di sekitar saya, mencari informasi tentang kegigihan dan peluang usahanya. Selain itu, juga membaca hal-hal yang berkaitan dengan wirausaha dan hal yang menjadi kilas baliknya. Juga membayangkan orang lain yang sedang berjuang dalam dunia wirausaha kemudian membandingkan dengan diri sendiri dalam hal kesiapan mental diri agar senantiasa siap menjalaninya.

Kesimpulan, saya harus mengkondisikan mental terlebih dahulu dan menjauhkan mental yang tidak membangun. Karena untuk menjadi pengusaha, diperlukan orang yang bermental extraordinary yang tentu saja memiliki visi, inisiatif, dan kegigihan dalam mewujudkan rencananya. Hanya orang yang punya mental kuat yang bisa tetap bertahan di tengah-tengah tantangan dan hambatan yang tidak pernah berhenti mengintai di segala bidang usaha dan pekerjaan. So, semangat terus!


Akhirnya kini giliran anda, sudah kenal mental anda?

*Ini refleksi untuk saya pribadi yang ingin membangunkan kembali macan yang tidur dalam jiwa, bukan untuk riya atau semacamnya. Maaf bila ada yang kurang berkenan.